BREAKING NEWS

Refleksi Akhir Tahun: Sonny Danaparamita Nilai Tata Kelola Gula dan Pupuk Belum Berkeadilan


INDEPENDEN.CO.ID | PASURUAN Menutup akhir tahun, persoalan klasik sektor gula nasional kembali mencuat. Produksi petani belum terserap optimal, sementara keran impor masih terbuka. Situasi ini dinilai menjadi cermin lemahnya konsistensi kebijakan pangan nasional yang seharusnya berpihak pada petani.

Anggota DPR RI Sonny T. Danaparamita menegaskan hal tersebut saat melakukan kunjungan kerja ke Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan. Kunjungan ini bukan sekadar seremonial, melainkan bentuk evaluasi langsung terhadap arah kebijakan gula nasional sepanjang tahun berjalan.

"Petani sudah berproduksi, tapi gula mereka belum terserap maksimal. Di sisi lain, impor tetap berjalan. Ini ironi yang terus berulang dari tahun ke tahun," ujar Sonny, hari ini.

Menurut legislator Fraksi PDI Perjuangan itu, kondisi tersebut menandakan bahwa persoalan gula nasional bukan semata pada kemampuan produksi, melainkan pada keberpihakan kebijakan. Ketika impor lebih cepat masuk dibanding penyerapan hasil petani, maka semangat swasembada hanya berhenti pada jargon.

Tak hanya soal gula, Sonny juga menyoroti rendahnya serapan pupuk subsidi nasional sepanjang tahun ini. Meski pemerintah telah menurunkan harga pupuk, manfaat kebijakan tersebut dinilai belum sepenuhnya dirasakan petani akibat lemahnya tata kelola distribusi.

"Harga pupuk turun, tapi serapannya rendah. Artinya ada masalah serius dalam distribusi dan pengawasan. Kalau ini dibiarkan, produktivitas pertanian akan terus terhambat," tegasnya.

Dalam refleksi akhir tahun ini, Sonny mengingatkan kembali pesan ideologis Bung Karno tentang Marhaenisme, bahwa negara harus berdiri tegak di sisi kaum kecil, petani, buruh, dan rakyat produsen, bukan tunduk pada logika pasar semata. Bagi Bung Karno, keadilan sosial bukan slogan, melainkan keberpihakan nyata dalam kebijakan.

"Petani tebu adalah Marhaen masa kini. Jika hasil keringat mereka tidak dilindungi, maka negara telah menjauh dari cita-cita keadilan sosial," tegasnya.

Ia menekankan, tanpa keberanian politik untuk membenahi tata kelola pupuk, menata ulang kebijakan impor, dan memastikan hasil panen petani terserap secara adil, maka swasembada gula hanya akan menjadi ritual tahunan tanpa ruh ideologis. Di titik inilah negara diuji: hadir sebagai pelindung Marhaen, atau sekadar penonton dalam ketimpangan yang berulang.(sa/by)