Diduga Rugikan Konsumen dan Perusahaan, Pangkalan Minyak Goreng di Cilincing Disorot
Font Terkecil
Font Terbesar
INDEPENDEN.CO.ID | JAKARTA — Sebuah pangkalan minyak goreng yang beroperasi di wilayah RT 01/RW 03, Semper Timur, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, diduga kuat melakukan praktik distribusi yang merugikan konsumen sekaligus perusahaan pemilik produk.
Dugaan tersebut mencuat setelah investigasi lapangan awak media menemukan aktivitas pembongkaran minyak dari kendaraan tangki di lokasi yang tidak sesuai peruntukannya, pada Jumat (26 Desember 2025).
Dalam pantauan langsung di lapangan, terlihat jelas sebuah kendaraan tangki melakukan pembongkaran muatan di pangkalan tersebut.
Saat awak media berupaya meminta keterangan dari sopir kendaraan tangki, yang bersangkutan memilih diam dan tampak ketakutan, sehingga menimbulkan pertanyaan serius mengenai legalitas dan transparansi distribusi minyak tersebut.
Awak media juga mewawancarai pihak yang mengaku sebagai koordinator lapangan, "kami tidak akan bisa ditutup".
Ia menyatakan bahwa pihak pangkalan rutin melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum (APH), mulai dari tingkat Polsek, Polres hingga Polda Metro Jaya setiap bulannya. Pernyataan ini justru memicu sorotan publik, mengingat praktik di lapangan tetap menimbulkan dugaan pelanggaran hukum.
Informasi yang dihimpun dari warga sekitar menyebutkan bahwa pangkalan minyak goreng milik seorang berinisial (Sinambela) tersebut tidak hanya membongkar minyak goreng, tetapi juga diduga kerap menerima dan menyalurkan minyak mentah seperti CPO (Crude Palm Oil) dan PO, yang jelas berada di luar mekanisme distribusi resmi. Warga yang memberikan keterangan meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan.
Dugaan Pelanggaran Hukum
Secara hukum, perbuatan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 8 ayat (1), pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan ketentuan, standar, atau peruntukan sebagaimana mestinya. Jika terbukti, pelaku usaha dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Selain itu, praktik distribusi ilegal yang merugikan perusahaan juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya terkait perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian perusahaan. Tidak tertutup kemungkinan pula adanya unsur tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP, apabila minyak tersebut diambil atau dialihkan tanpa hak.
Desakan Penegakan Hukum
Kasus ini menuntut peran aktif aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan secara profesional, transparan, dan independen. Negara wajib hadir untuk melindungi hak konsumen, menjaga iklim usaha yang sehat, serta memastikan distribusi komoditas strategis seperti minyak goreng tidak disalahgunakan oleh oknum tertentu demi keuntungan pribadi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pangkalan maupun instansi terkait belum memberikan klarifikasi resmi. Awak media akan terus melakukan penelusuran sesuai ketentuan Undang-Undang Pers.(Tim)

