Pengamat: Awasi Proyek Menghabiskan Anggaran Akhir Tahun
Font Terkecil
Font Terbesar
Melihat kalender di dinding, hari ini adalah bulan akhir di tahun 2025, dan di luar sana langit Indonesia sedang menumpahkan air tanpa henti yang langsung jatuh di Ibu Pertiwi.
Musim hujan sedang berada di puncaknya, logika orang waras mengatakan ini adalah waktu terburuk untuk pekerjaan konstruksi jalan atau pengecoran beton. Tapi, cobalah melongok ke jalanan di kota atau kabupaten tempat Anda tinggal.
Apa yang Anda lihat?? Anda akan melihat fenomena ajaib yang hanya terjadi di negeri ini, Puluhan bahkan mungkin ratusan truk molen yang berkejaran dengan hujan, aspal panas yang digelar di atas tanah becek dan selokan yang dibongkar paksa saat air sedang meluap.
Menelaah fenomena tersebut Pengamat Strategi Kebijakan Litbang Demokrasi, Irham Haros, mengawali telaahnya untuk kita renungi dan cermati. Hari ini, 20 Desember 2025 dengan ucapan.
"Selamat datang di musim Proyek Roro Jonggrang, Sebuah ritual tahunan di mana hukum fisika diperkosa demi satu frasa sakral birokrasi Penyerapan Anggaran, dengan penuh Logika yang ditekuk tanpa bisa menoleh,” ungkapnya.
Mari kita bedah kejanggalan ini dengan matematika sederhana, bahwa tahun anggaran tutup buku pada 31 Desember dan hari ini tepat 21 Desember 2025 yang artinya masih tersisa kurang dari dua minggu efektif kerja.
Setiap insinyur sipil tahu dan anak STM pun paham bahwa beton membutuhkan waktu curing (pematangan) minimal 21 hingga 28 hari untuk mencapai kekuatan maksimal. Aspal membutuhkan suhu dan kondisi tanah yang kering agar bisa merekat sempurna.
Namun realisasinya tidak seperti itu, bagaimana mungkin proyek perbaikan jalan, pembuatan drainase atau renovasi gedung dinas yang baru dimulai pertengahan Desember ini diklaim akan bisa selesai 100% sebelum tahun baru.
“Jawabannya ada dua dan keduanya cukup mengerikan. Pertama, Kualitas Sampah, Kontraktor dipaksa bekerja asal jadi. Mereka menuang beton di genangan air, mencampur aspal dengan lumpur, dan hasilnya jangan kaget jika di bulan Januari atau Februari 2026 nanti jalan yang baru seminggu mulus itu sudah berlubang lagi dan trotoar yang masih baru itu sudah retak seribu. Ini bukan pembangunan, ini adalah vandalisme berbiaya miliaran. Kedua, Manipulasi Laporan. Fisik pekerjaan di lapangan mungkin baru 40%, tapi di atas kertas laporan administrasi, progres sudah ditulis 100% dan berita Acara Serah Terima (BAST) ditandatangani dengan mata tertutup. Uang cair, pejabat aman, kontraktor untung. Siapa yang rugi??,” Tambahnya.
Pecahan 200 Juta adalah Trik Lama yang abadi, Perhatikan papan proyeknya jika mereka cukup berani memasangnya.
Anda akan sering melihat angka "ajaib" di nilai kontrak hingga Rp. 180.000.000,- atau juga hingga Rp. 195.000.000,- dan bisa juga Rp. 199.000.000,- dan pertanyaanya adalah Kenapa angkanya nanggung...??
Jawabanya adalah karena aturan pengadaan barang dan jasa mengizinkan proyek di bawah Rp. 200.000.000,- dilakukan dengan mekanisme Penunjukan Langsung (PL) tanpa tender terbuka, tanpa kompetisi, tanpa sorotan Cukup tunjuk rekanan "titipan", dan uang cair.
Inilah mengapa di akhir tahun, proyek-proyek kecil ini menjamur seperti cendawan di musim hujan. Proyek dipecah-pecah menjadi paket kecil untuk menghindari tender, disebar ke kroni-kroni yang "sudah antre", dan dikerjakan secepat kilat dengan kualitas setara kerupuk kena air.
Bangun dan Lihat Sekeliling ini bukan sekadar keluhan tentang jalan rusak. Ini adalah perampokan legal yang terjadi di depan mata kita. Pajak yang Anda bayarkan dengan susah payah, dibakal habis hanya agar grafik penyerapan anggaran di layar proyektor terlihat hijau.
Mereka membangun bukan untuk kemanfaatan, tapi untuk menghabiskan sisa uang kas agar tahun depan jatah anggaran tidak dipotong. Jadi, sepulang kerja nanti, jika Anda melihat alat berat bekerja di tengah hujan deras, atau trotoar yang "tiba-tiba" dibongkar padahal masih bagus, jangan hanya menggerutu. Lalu harus bagaimana "Potret...!!! Catat lokasinya dan Cek papan namanya. Karena satu-satunya hal yang ditakuti oleh para pesulap anggaran ini bukanlah hujan, melainkan mata publik yang tidak lagi bisa dibohongi,” Tutup Irham Haros.
"Jangan Biarkan Mereka Menutup Tahun ini dengan Tawa di atas Uang Kita” (NoerSobo)
